Jumat, April 25, 2008

Trowulan, Pesona Mojopahit yang tak habis digali....Mojokerto atau Mojopahit 4(Tamat)

Pagi-pagi aku bangun dan mandi. Lelah badanku tak kuasa membendung semangatku. Ah, pagi ini begitu cerah di Mojokerto. Hari terakhirku. Besok aku tak akan berada disini lagi. Hari ini hanya Mas Hendry saja yang akan menyampaikan materi. Mbak Sisil dan aku harus menyelesaikan semua urusan hotel, surat” bukti entah apa aja dan mengambil spanduk di tukang sablon.

Mas Hendry sudah datang sedari tadi. Rian akan bareng dengannya. Sedang aku dan Mbak Sisil harus menyelesaikan semuanya. Setelah membereskan urusan hotel dan mengambil spanduk di tukang sablon, kami harus memfoto kopi beberapa dokumen. Susah sekali mencari tukang fotokopi yang buka dihari minggu. Setelah putar-putar kota dan hampir ditabrak mobil akhirnya kami nemu juga fotokopian dideket alun-alun. Huh sial, hampir setengah jam kami muter-muter. Kami memfotokopi beberapa dokumen dan membeli satu rim kertas. Entah buat apa. Aku hanya bertugas membawanya. Tak lebih.

Setelah selesai semua urusan kami segera meluncur ke RM. Mas Hendry sibuk dengan para murid tuanya. Rian, seperti biasa, menenggak cafein dan menghisap nikotin. Setelah kemarin ke ketempat saudaraku di Mojosari, hari ini aku akan keliling Kecamatan Trowulan untuk melihati hasil karya rakyat kerajaan Mojopahit. Banyak sekali candi dan peninggalan lain dari kerajaan legendaris ini. Ada candi Tikus, Bajangratu, Brahu, Gentong, Kedaton, Kolam Segaran dan beberapa artefak yang di simpan di Museum Trowulan. Bangunan-bangunan itu indah luar biasa.

Selesai berkeliling aku segera balik ke RM. Jam sudah menunjuk angka dua. Rian tak nemunjukkan batang hidungnya. Aku yakin dia tidur seperti biasa. Dan dugaanku sangatlah tepat. Dasar TTKD.

Acara selesai jam tujuh malam. Kami segera membereskan semuanya. Dibantu pak satpam, Pak Arifin dan beberapa pegawai RM. Jam delapan semua computer sudah terpeking dengan baik dikotak masing”. Alat-alat yang kami bawa tak lupa kami ringkasi semua. Selesai sudah semua tugas. Tinggal balik ke Surabaya. Kota jahanam yang banyak menawarkan fatamorgana dunia.

Kami ngobrol bareng di RM sambil melepas lelah. Mas Hendry dan Mbak Sisil kelelahan tapi lega. Beban berat mereka sudah lenyap sedari tadi. Senyuman mereka ringan sekali malam ini. Berbeda sekali dengan tiga hari sebelumnya. Berbeda denganku. Malas sekali aku kembali ke Surabaya. Kembali ke kantor yang menjemukan. Ah, tak mengapa. Ini hidup bung!!

Tamat!!

Senin, April 21, 2008

Homo homini lupus....Mojokerto atau Mojopahit 3

Jam setengah dua belas akhirnya semua selesai. Kami ringkasi semua peralatan. Santai saja. Esok pagi juga bersih. Sampah-sampah akan dilenyapkan tangan-tangan terampil RM. Tak usah kuatir. Kami bertiga segera menuju Hotel. Hari ini kami bertiga nginep disatu kamar. Homo-homo deh sana. Hehehe…

Langit Mojokerto malam ini tak lagi bersahabat dengan kami. Hujan terus turun walau rintik-rintik. Udara dingin menyekat, merasuki tulang kami. Tak berapa lama kami sampai di hotel. Kamar kami pindah. Dari kamar nomor empat ganti ke nomor lima. Nomor empat ditempati Mbak Sisil.

Rian pertama mandi. Dia ingin berendam laiknya aku kemarin malam. Mas Roni mandi seperlunya dan langsung tidur. Aku, memencet tombol” remot Astro. Dasar udik.

Kami segera tenggelam dalam belaian lembut kasur hotel. Tak selembut kemarin emang. Kemarin aku sendirian. Sekarang, harus bertiga. Dengan batangan semua lagi. Huuhhh…

Jam setengah enam aku bangun. Makanan hotel sudah diantarkan. Mas Roni dan Rian masih bergumul dengan mimpi”. Kalau Rian pasti tentang wanita” cantik laiknya Mulan Jameela yang mengelilingi sambil berjoged tampa sehelai benangpun ditubuh. Entah Mas Roni. Pasti lebih beradap tentunya.

Aku sudah berendam sedari tadi. Tapi mereka tak bangun jua. Setengah tujuh aku bangunkan mereka. Tak kurang. Buku-buku kelopak matanya mulai terbuka lebar. Rasanya mereka malas beranjak dari kasur empuk itu. Dasar udik dua dan tiga. Udik satu, akulah orangnya. Kenapa udik satu, karena akulah yang paling udik.

Kami segera berkemas. Mbak Sisil sudah rapi dengan jilbab indahnya. Hari ini dia tampak berseri-seri, tak seperti semalam. Entah kenapa aku tak tahu. Mimpi jatuh cinta sama pangeran udik mungkin. Hehehe… Dan pangeran itu adalah si udik satu. Hahaha…

Tak berapa lama Mas Hendry datang menjemput Mbak Sisil. Dari pada naik matic bersama Rian, mending naik Peugeot-nya Mas Hendry. Akhirnya aku naik sedan Mas Hendry. Duduk dibelakang. Ditemani tas dan helm. Sebenarnya tak pantas aku duduk dibelakang, harusnya di bagasi. Begitu pasti pikir Rian. Asem tenan.

Kami sampai di tempat dengan selamat. Rian dan Mas Roni datang duluan. Mereka ngebut kencang sekali. Entah dikejar anjing atau apa. Tapi yang pasti si Rian di kejar-kejar Mak Lampir yang diintipnya waktu mandi di mimpinya semalam.

Peserta training mulai berdantangan. Training harusnya mulai jam delapan pagi. Sekarang jam delapan lebih seperempat. Dan baru setengah yang hadir. Ada beberapa pegawai yang cantik. Tapi kami tak berani kenalan. Dasar kutu kupret, beraninya cuma dari jauh.

Jam sembilan acara training dimulai. Kami bertiga ngobrol di RM sambil minum kopi susu panas dan menghisap dalam” Dji Sam Soe Premium yang kami beli di RM. Semua di tanggung Danamon. Hehehe…

Jam menunjuk pukul sepuluh. Mas Roni harus ke Ploso, Jombang. Untuk implementasi di cabang tersebut. Semacam kelinci percobaan kiraku.

Kemarin aku sudah janji kesaudaraku untuk pergi kerumahnya di Mojosari. Dia kemarin datang, tapi aku sedang bekerja. Tak enak sebenarnya. Makanya aku harus kesana. Rian, akan tidur seperti biasa.

Sekitar setengah jam saja aku sampai di Mojosari. Ditengah jalan temenku dari madiun menelpon menanyakan kabar. Kujawab seadanya.

Aku tunggu dia diaerah Stadion. Aku lupa nama stadionya. Memory di otaku tak lebih dari satu mega. Padahal memory orang lain tak terbatas. Hehehe…

Tak berapa lama dia datang sendirian. Aku langsung mengekor dibelakangnya. Menuju rumahnya tentu, masak kandang ayam. Rumahnya cukup dekat dengan stadion. Sekitar setengah kilo.

Kami ngobrol ngalor-ngidul tak keruan. Tapi asyik. Kemarin kami tak sempat ngobrol lama. Jam empat sore aku pamit. Tak enak aku tinggalin si Rian merana seorang diri. Halah…

Aku balik tak lewat jalan berangkatku tadi. Ingiku lewat jalur kampong” permai di seputaran Mojokerto. Sepi tak terkira. Tapi asyik. Naik motor sambil bernyanyi. Laiknya orang gila.

Hampir satu jam aku tempuh jalanan itu. Padahal berangkatnyapun cuma setengah jam. Tapi tak apa aku menikmati perjalan ini. Sering kali aku begitu. Sebisa mungkin lewat jalan yang berbeda jika ke suatu daerah. Melewati jalan baru, melewati pemandangan baru dan tentunya tantangan baru.

Sesampai disana tak kulihat Rian di tempat training. Ku pastikan dia tertidur di lesehan RM yang sepi. Ah kekuatan tidurnya luar biasa. Good job boy!! Training kelihatanya akan sampai malam. Aku malas tak kepalang melihat mereka. Apalagi mereka. Ada yang main game, ada yang menulis di buku tapi tak memperhatikan dan ada yang ngobrol dengan yang lain tak keruan. Mas Hendry masih tetap tenang walau makin sedikit yang memperhatikan. Akupun hanya sekilas melihatnya. Dan segera tenggalam di hutan nikotin dan kafein di RM.

Semua berkumpul di RM untuk makan malam. Ini makan kedua perserta setelah tadi makan siang. Aku tak berselera makan malam ini. Entah entar. Aku hanya mengambil buah-buahan dan es saja. Tak ada nafsu menggejolak seperti biasanya. Entah mengapa. Kelelahan mungkin. Sekitar jam delapan acara selesai. Aku segera ke Hotel bersama Rian. Kami akan keliling kota Mojokerto malam ini.

Trowulan dan Restu Bundo....Mojokerto atau mojopahit 2


Aku bangun sekitar pukul lima pagi. Setelah sholat subuh aku tidur kembali. Badanku masih lelah luar biasa. Sekitar jam setengah tujuh aku segera mandi. Sambil berendam aku telpon beberapa saudaraku yang ada di sekitaran Mojokerto. Siapa tahu entar aku bisa main kesana.

Setelah mandi, aku selesaikan krimpingan kabel yang masih tersisa. Sambil bersantai menonton discovery channel di jaringan Astro. Aku coba telpon Rian yang katanya akan langsung ke menyusul dari Surabaya. Badanku sudah segar kembali. Sambil menikmati udara Mojokerto, makan pagi hotel dan juga secangkir kopi. Hidup ini memang indah.

Jam menununjuk pukul delapan pagi. Rian tak kunjung datang ataupun menelpon. Aku telpon berkali-kali tapi tak kunjung diangkatnya telponku. Ah mungkin dia sedang diperjalana. Jika dia baru berangkat berarti satu jam lagi mungkin baru sampai dia di RM Restu Bundo. Ah entahlah males aku mikirnya. Yang penting aku kesana dan menyelesaikan semua kerjaan. Sekitar jam setengah sembilan aku meluncur ke RM Restu Bundo. Sekitar sepuluh menit aku sudah sampai ditempat. Tak lebih. Langsung aku masuki ruangan VIP dengan bantuan pegawai RM sebagai juru kunci. Kutancapkan semua kabel yang selesai aku krimping di hotel tadi. Ku ping semua dan berjalan sangat sukses. Gilang-gemilang, hehehehe…

Tak berapa lama Rian datang dengan tergopoh-gopoh. Meminta maaf atas keterlambatanya. Aku hanya bisa memaklumi. Akupun kadang begitu. Tak mengapa. Semua pekerjaan telah selesai. Tinggal merapikan kabel-kabel yang berserakan tak keruan. Tak lebih. Paling tak lebih dari satu jam saja. Mbak Sisil datang dengan seorang pengantar. Pegawai Danamon Jombang juga. Mas Hendry yang dia tanyakan tak menampakkan batang hidungnya. Setelah berbasa-basi ria, Mbak Sisil minta pamit. Masih ada urusan di Mojokerto.

Sekarang tinggal aku dan Rian saja. Segera kami selesaikan perapian kabel. Tak sampai sejam semua sudah selesai. Tinggal menunggu IT Staff Danamon Surabaya datang. Itu saja. Dari pada bengong di RM mending jalan-jalan, begitu pikirku. Mumpung di Mojokerto. Kami susuri jalanan desa kecamatan Trowulan. Kami tak tahu entah kemana. Sempat kami mampir kewarung. Sekedar untuk minum kopi dan menghisap asap tembakau. Tak lupa aku membeli rokok-rokok aneh yang ada disitu. Untuk menambah koleksi bungkus rokok yang mulai menjejali lemari kamarku. Cukup lama kami disitu. Ternyata ibu pemilik warung adalah mantan orang Surabaya. Setelah suaminya pensiun mereka berdua memutuskan kembali ke desa. Mereka sudah penat dengan kondisi kota yang riuh tak keruan.

Tak langsung ke RM kami setelah keluar dari warung. Menyusuri jalanan desan yang asri diselingi sawah-sawah dan juga kebun tebu. Laiknya kampungku di lereng Gunung Wilis.

Hari itu hari Jumat. Aku harus jumatan. Di Masjid dekat RM. RM tutup total siang itu. Semua elemennya sholat Jumat. Kecuali satpam tentunya. Memang orang-orang minang terkenal dengan kultur islamnya yang luar biasa, walau jadi preman sekalipun. Karena laki-laki minang dididik di surau-surau waktu akan beranjak dewasa. Tak ada tidur malam di rumah.

Sekitar jam satu Mas Hendry dan Mbak Sisil datang. Bersama mereka tampak tukang proyektor dan asistenya. Tak enak aku menyebutnya pembantu. Asisten tampak lebih terhormat. Hehehe…

Kami santai saja ketika mereka datang. Mereka seperti digelayuti beban tak keruan. Mas Roni sang IT Staff Danamon tak jua menampakkan batang idung. Aku dan Rian justru sibuk dengan permainan Counter-Strike yang aku bawa diflasdiskku. Condition Zero tepatnya. Kemarin beberapa komputer memang aku install game ini. Sekedar untuk menemani waktu mengunggu kami. Hehehe…

Sekitar jam dua Mas Roni datang dengan tergopoh-gopoh. Hardisknya rusak. Dia harus mengkopi ulang system ******** dan beserta semua program pendukungnya kembali. Sistem yang akan ditrainingkan di RM. Sistem masa depan Danamon. Ditambah mencari hardisk baru tentunya.

Dibantu Mbak Sisil dan Mas Hendry, Mas Rony segera bekerja. Kami, main game. Karena lama-lama nggak enak juga, kami segera menyingkir. Ngobrol-ngobrol sambil memenuhi paru-paru dengan nikotin di warung lesehan RM. Angina sepoy-sepoy membangkitkan rasa kantuk kami. Rian yang paling cepat. Dia laiknya temenku si Tarsan. Cepet sekali tertidurnya. Sore menjelang waktu kami membuka mata. Tak enak ati kami kembali ke ruangan. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa kami bantu. Walau yang remeh-remeh.

Banyak system yang belum jalan. Kening Mbak Sisil dan Mas Henry berkerut tak keruan. Mas Ronipun serupa. Kami hanya cengar-cengir sahaja. Tak lebih. Server hanya satu sahaja diruang utama. Padahal ada dua ruang yang harus terkonek. Akhirnya kami harus narik kabel UTP hampir sekitar seratus meter. Aku krimping seadanya. Dan gagal. Hehehe… Kulihat kembali krimpingan itu kembali. Ternyata ada satu kabel yang tak masuk. Dasar bloon.

Selesai sudah tugas ku sebenarnya. Tak enak juga melihat mereka pontang-panting benerin program yang tak kunjung selesai. Rian, menghisap tembakau dan minum kopi susu di RM.

Hari makin larut. Mbak Sisil dan Mas Hendry tampak kelelahan. Besok mereka harus menjadi mentor di training. Kasihan sih, tapi apa daya. Kami tak bisa membantu. Kami tak boleh tahu system itu.

Sekira jam sepuluh Mbak Sisil dan Mas Hendry beringsut pulang. Kasihan mereka, kucel tak keruan. Kami, kucel dan dekil. Emang dari sananya sih.

Aku bantuin Mas Roni sepulang mereka. Rian, nge-game CS Condition Zero. Ada beberapa komputer yang error tak keruan. Entah kenapa.

Kamis, April 10, 2008

Sungai

Aku nggak tahu gimana asalnya. aku selalu mengagumi sungai. entah kenapa. tapi setelah aku pikir", ternyata mungkin itulah tempatku dulu bisa mereguk banyak sekali manfaat. Tempat bermain, tempat berolahraga, tempat rekreasi dan bahkan tempat bersosialisasi.
Tapi kemarin waktu aku balik, sungai itu sekarang merana. sangat merana malah. aer nya kecil mengalir. nyaris nggak mengalir, kalo musim ujan, airnya coklat pekat. parah poll!!
Penebangan pohon secara serampangan, membuatnya merana. sekarang peranya suguh marginal. tempat sampah raksasa.
Anjing!!! selamatkan sunga kita!!! selamatkan sekarang juga!!!

Mojokerto atau Mojopahit

Sudah sejak lama aku merindukan keluar kota Surabaya. Sekedar keluar dari rutinitas yang boring. Dan tentu beban di otak yang makin menggelayut. Aku butuh refresing!!

Tak berapa lama setelah tersebersit pikiran tersebut, Bos tempatku ‘nguli’ menawarkan kerjaan diluar kota. Di Mojokerto tepatnya. Karena akupun belum pernah ke Mojokerto tawaran itu langsung aku terima saja. Tanpa pikir panjang tentunya, tipikalku, hehehehe. Tipikal otak udang tambak.

Setelah mempersiapkan semua keperluan, aku dan temanku Rian langsung berangkat. Rumah Makan Restu Bundo, di Jalan RayaTrowulan tepatnya. Ku pikir ini sesuatu yang lumayan. Jalan-jalan sambil kerja. Jadi tujuan utamanya jalan-jalan. Tujuan sampingan, kerja. Hehehe…, tak dibayarpun aku bersedia.

Sebelum hari H aku sudah eksplore Mojokerto di internet. Cuma dapat sedikit informasi saja. Tentang peninggalan sejarah-sejarah Mojopahit, tentang tempat tongkrongan anak-anak mudanya dan tentunya hiburan malamnya. Hehehe…

Aku berangkat pagi hari dari kantor. Membawa peralatan jaringan dan juga listrik. Dengan motor tercinta, aku segera bergegas. Melibas jalanan Surabaya-Mojokerto yang penuh lubang dan gelombang – khas jalanan Indonesia – membuat kami harus esktra waspada. Meski begitu, kecepatan kami hampir selalu delapan puluh kilometer bahkan lebih. Hanya sekali istirahat di kawasan Balong Bendo, Sidoarjo, untuk sekedar isi bensin dan buang aer titit, eh buang aer kecil ding.

Jalanan kami rangkaki sekitar satu jam. Sampai juga di Rumah Makan Restu Bundo akhirnya. Setelah nanyak ke orang restoran, kami bergegas ke Aula tempat acara tersebut akan dilaksanakan. Aku dan Rian langsung membuka peralatan dan mendesain layout ruangan. Tak lupa kutelepon contact person yang di berikan bosku, Hendri namanya. Selain itu disana ada juga pesuruh yang biasa tugas disitu, Yono namanya.

Setelah aku telfon Mas Hendry, dia berjanji akan segera meluncur. Yang ditunggu tak jua datang. Lebih dari satu jam aku tunggu dan akhirnya dengan tanpa dosa menampakkan batang idungnya. Dia datang dengan seorang karyawan Bank Danamon, Sisilia Martini namanya, biasa dipanggil Sisil.

Setelah mengeset jaringan, komputer dan juga listrik, meski belum selesai, harus makan siang dulu. Kalo dituruti bakal nggak akan selesai siang itu. Selain itu perut tak bisa diajak kompromi!!

Makan siang!! Aku, Rian, Mbak Sisil dan Mas Hendry. Kami saling curhat tentang acara ini. Mas Hendry dan Mbak Sisil sebenarnya hanya ditugasi untuk mentraining saja. Tanpa tahu masalah komputer. Mereka hanya tahu beres saja. Begitupun kami, hanya ditugasi menyeting jaringan komputer dan listriknya saja. Lain tidak. Ternyata komputer masih menumpuk di gudang. Tak ada yang membongkar dan menginstallnya. Akhirnya kami berempat ditambah beberapa pegawai restoran dan Yono memberesi semuanya. Anjrit emang. Kambing lebih tepat kurasa.

Satu ruangan udah selesai diseting. Jam sudah menunjuk angka limabelas tigapuluh. Kami segera beranjak ke ruangan VIP. Disana kami harus menginstall barang lima komputer lagi. Sapi perah! Karena masih ada acara di Surabaya maka Rian pamit pulang. Tinggalah aku sendiri menyelesaikan semuanya. Setelah menyeting semua, kabel aku potong sesuai peruntukan. Kumasukkan tas dan akan ku krimping di hotel.

Jam menunjuk pukul enambelas tigapuluh, aku segera beranjak ke hotel. Berjarak kira-kira sepuluh kilometer dari RM Restu Bundo. Suryo Majapahit namanya. Dijalan Pahlawan No 40 Mojokerto.

Sesampai di Hotel aku segera merebahkan diri. Sekedar untuk mengurangi letih yang sedari tadi menggerayangi tubuh. Segera aku nyalakan air di bath up denga setelan air hangat. Sudah lama tak ku rasakan berendam di bath up. Hehehe… Dasar Udik.

Sekitar jam tujuan pihak hotel menelpon. Ada Mas Hendry dan Mbak Sisil yang menunggu. Di Warung Bakso Cak Man disebelah Hotel. Sembari makan kami ngobrol banyak. Katanya dua hari kedepan pihak Danamon tidak akan menanggung biaya hotel lagi. Penginapan akan ditanggung pihak vendor. Aku hanya bisa tersenyum getir, pahit lebih tepatnya. Tapi sebenarnya emang sudah diset kalau aku tidak akan tidur disebuah hotel. Jadi kalo tidur di hotel itu hanyalah bonus belaka buatku. Jadi nyatai aja sih. Tak masalah buatku. Selesai mengobrol dengan mereka aku segera beranjak ke kamar.

Seperti biasa, aku akan eksplore kota Mojokerto malam hari ini. Tujuan pertamaku alun”. Hampir disetiap kota di jawa menjadikan alun” pusat segala aktifitas. Jadi pembangunan dimulai dari sana lalu kepinggir menyebar kesegala arah.

Sesampai di sana aku berhenti disamping pak tua penjual jagung. Malam itu kota Mojokerto di baluri hujan rintik-rintik. Tapi itu tak menyurutkan langkahku untuk jalan”. Setelah mengobrol dengan beberapa orang disitu, aku dianjurkan ke jalan Hayam Wuruk. Disitu banyak kafe jalanan yang penuh dengan anak muda. Dan ternyata perkiraanku tak meleset. Banyak anak muda yang berpasang-pasangan yang sedang memadu kasih disana. Dijalan yang berada dipinggir sungai Brantas tersebut aku berhenti disalah satu kafe. Disana rata-rata kafenya berbentuk bangunan bongkar pasang. Lebih cocok disebut warung menurutku. Meski mendekati kadang kerbau!! Hehehe…

Rabu, April 09, 2008

Cinta

Ketika kamu berpilin di otakku
Ketika kamu berpendar-pendar tak berhenti
Hanya kamu yang ku ingat
Hanya kamu

Sesiang itu aku tak bisa tidur
Badanku capet sehabis bekerja sedari pagi
Tapi mata ini tak mau terpejam
Hanya kamu yang terlihat
Lain tidak

Aku tak percaya apakah itu cinta
Aku tak kuasa membendungnya
Aku hanya bisa merasakannya
Walau tersiksa tapi aku bahagia
Sangat bahagia malah

Cinta
Siksalah aku
Cabiklah aku
Tusuk hatiku dengan panahmu
Aku rela
Aku siap
Aku berharap

Cinta
Tak bisakah kau lebih peduli??

Ngantuk

malam". ngenet. ah kok ngantuk yah.
tidur ahhh.

Idup Miskin

Hidupku rasanya kok banyak seperti roller coaster. turun naik dengan cepat. tapi kok ya aku menikmatinya. keluar dari cangkang kemapanan, dan terus menantang kehidupan. aku menikmatinya. aku ingin lebih lagi. ingin lebih dan lebih.
Tapi banyak orang bilang aku gila, sinting dan bloon. Tapi tak tahu, aku menikmati julukan itu. seperti aku menikmati perubahan hidupku. meski masih tetap berkutat dalam kemiskinan sih. jangan salah, kemiskinan kalo dinikmati nikmat juga lho.
masalah kemiskinan jadi inget apa yang aku perbincangkan dengan temenku. dia masalah gaya idup. ada yang menjadikan punk, backpacker, hedonis dan bahkan bohemian. tapi aku dan temenku tak bisa seperti itu. karena kami tak bisa memilih. karena hanya satu pilihan, miskin.
tapi meski miskin kami tetep bahagia. laiknya anak kecil yang dapat mainan baru.