Selasa, September 23, 2008
Idul Fitri....Mudik Lagi!!!!
Saya akan jadi salah satu dari mereka. Banyak pemudik yang rela menempuh jarak ribuan kilometer atau berhari-hari untuk merayakan lebaran dikampung halaman. Bahkan banyak yang rela berlelah-lelah ria di gerbong sesak kereta api ekonomi dengan bau yang sangat tidak enak. Mereka berpikir "Yang penting sampai dan ketemu handai tolan." Bahkan saya pernah menjumpai orang yang rela tidur di kamar kecil gerbong-gerbong pengap tersebut. Uhh... begitu dasatnya budaya mudik itu.
Ada fenomena menarik tahun-tahun terakhir ini yang saya jumpai dikampung kecil saya yang berada dipelosok Madiun. Setiap mudik seperti ada perlombaan untuk saling memperlihatkan kesuksesan di perantauan. Ada yang bawa kendaraan pribadi, sewaan, kreditan yang baru di bayar dua bulan atau menyewa mobil bersama sopir. Begitupun soal pehiasan dan pakaian yang dipakai. Huuuh...berat boss.
Memang ada pendapat yang menurutku kurang tepat selama ini. Setiap perantau harus sukses di perantauan, jika belum atau tidak sukses mereka malu untuk kembali ke kampung halaman. Dan kesuksesan selama ini hanya dimaknai dengan materi (baca: uang). Tidakah pengalaman, kedewasaan, kematangan mental dan masih banyak lagi nilai positif yang didapat merupakan suatu kesuksesan. Karena akupun mengalami sindrom itu. Hehehe.
Sekarang memang tergantung niat dalam memaknai lebaran. Apakah niat pamer kesuksesan, bersilaturahmi dengan sanak saudara, jalan-jalan mencari udara segar karena sumpek dengan rutinitas kota dan masih banyak lagi yang lain. Kalau niatnya melenceng dari nilai-nilai suci lebaran ya saat sekarang meluruskan niat itu, terutama buat saya pribadi. Jadi setelah lebaran kita benar-benar fitri.
Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan juga, keselamatan kita selama diperjalanan mudik dan balik. Baik menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Berhati-hati selama diperjalan sehingga kita bisa merayakan lebaran dengan kebahagian.
Maafin saya ya jika awak silap.
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1429 H !!!
Salam otak terbatas dan keterbatasan otak!!
Jumat, September 19, 2008
PUASA
terima kasih tuhan, masih mempertemukanku dengan bulan suci ini. aku akan berusaha untuk lebih baik dalam 10 hari kedepan. mungkin saja ini adalah ramadhanku terakhir.
i will do my best!!!
Senin, September 01, 2008
Hidup itu relatif....enjoy ajah!!!
update blog tercinta ini. sebenarnya tidak ada alasan, kompie rusak, nggak ada waktu,atau alasan lain sebagai pembenaran. yang mungkin lebih tepatnya karena niat ngapdet yang kurang aja.
sudah hampir empat bulan update-an blog semua berlabel iseng. tidak ada label lain.
mulai bulan september ini saya akan berusaha untuk memosting yang lebih serius. ya lebih serius menurut ukuran saya loh...yang mungkin remeh temeh bagi sebagian orang.
saya yakin setiap orang memiliki perbedaan dalam melihat sesuatu. tinggal dari mana kita lihat sudut mana. meskipun melihat dari sudut yang sama pun belum tentu sama menilainya. contohnya ketika kita melihat novel teenlit. ada yang bilang itu hanya mainan. ada yang bilang kita harus mulai dari yang mudah dulu. teenlit penting karena berguna untuk menumbuhkan minta baca, dan masih banyak lagi yang berpendapat berbeda. banyak faktor yang memengaruhi, bisa umur, kebiasaan, hobi dan ah pusing oey...
Udah kodratnya kita dibuat beda ma tuhan. ada miskin kaya, pintar oon, baik buruk dll. biar dunia nggak boring kan!!!!. coba banyangin kalo dunia ini isinya sama semua...ihh ngeriiii....makanya dunia ini indah kan!!!
Beberapa hari yang lalu yang lalu abdi ketemu jeung teman-teman kuliah dulu. mereka sudah ya lumayan berubah lah.. ada yang lebih baik dari pada waktu kuliah, tapi ada yang lebih ancur...hehehe... ini menurut ukuran saya loh...
banyak cerita dari mereka. ada yang kerja dengan gaji yang luar biasa, ada yang ditempat biasa, ada yang buat makan saja susah(kemungkinan aku masuk yang golongan ini), pengusaha perminyakan sukses dengan puluhan bahkan ratusan juta untung bersihnya, ada yang udah menikah, jomblo(masuk lagi nih), pacarnya cantik banget, pacarnya biasa ajah dll.
sempat ngiri juga lihat mereka yang menurut saya lebih sukses dari saya. tapi ngiri doang nggak ngaruh apa-apa, dan sering membuat nggak bahagia(nggak enjoy je!!!). juga sempet kasihan ngelihat yang lebih susah dari aink(menurut ukuranku lho!!!).
kemarin sempat merenung(ceile...merenung je?? nggak salah!!!) jika dipikir-pikir emang gaji, pacar dan tetek bengek itu ngaruh banget ya ma kebahagiaan. tapi kan itu kan sebenarnya ngaruhnya makin kecil jika kita nrimo(bahasa yang lebih keren bersyukur), bahkan bisa ilang sama sekali jika udah nggak terikat ma dunia(ini kelasnya sufi2 boss!!).
makanya dari pada mikirin sesuatu yang nggak bisa kita dapet mendingan kita syukurin aja yang kita punya sekarang. harapan untuk lebih baik memang perlu, sangat perlu bahkan karena itu energi kita buat terus berusaha.
jadi mungkin langkah terbaik yang bisa kita ambil adalah mensyukuri keadaan kita sekarang dan tetep terus berusaha. nggak perlu ngiri2 atau mikirin orang lain, biarlah dia lebih sukses atau lebih tajir, yang penting kita enjoy menjalani hidup ini, tanpa berhenti untuk berusaha lebih baik.
ooh iya ini kan lagi puasa nih....
selamat menunaikan ibadah puasa ya!!
trus maapin ya jika saya banyak salah!!!
maapin yahhh!!
Minggu, Juli 20, 2008
Capek
maaf kan teman....
maafkan....
mungkin bulan depan aku akan menulis kembali lagi...
Jumat, Mei 16, 2008
re-write
yang pasti aku akan menulisnya dengan pendekatan yang berbeda. jadi mungki bisa menghadirkan persepsi baru tentan suatu hal sama. terima kasih
Jumat, April 25, 2008
Trowulan, Pesona Mojopahit yang tak habis digali....Mojokerto atau Mojopahit 4(Tamat)
Mas Hendry sudah datang sedari tadi. Rian akan bareng dengannya. Sedang aku dan Mbak Sisil harus menyelesaikan semuanya. Setelah membereskan urusan hotel dan mengambil spanduk di tukang sablon, kami harus memfoto kopi beberapa dokumen.
Setelah selesai semua urusan kami segera meluncur
Selesai berkeliling aku segera balik
Acara selesai jam tujuh malam. Kami segera membereskan semuanya. Dibantu pak satpam, Pak Arifin dan beberapa pegawai RM. Jam delapan semua computer sudah terpeking dengan baik dikotak masing”. Alat-alat yang kami bawa tak lupa kami ringkasi semua. Selesai sudah semua tugas. Tinggal balik ke
Kami ngobrol bareng di RM sambil melepas lelah. Mas Hendry dan Mbak Sisil kelelahan tapi lega. Beban berat mereka sudah lenyap sedari tadi. Senyuman mereka ringan sekali malam ini. Berbeda sekali dengan tiga hari sebelumnya. Berbeda denganku. Malas sekali aku kembali ke
Tamat!!
Senin, April 21, 2008
Homo homini lupus....Mojokerto atau Mojopahit 3
Langit Mojokerto malam ini tak lagi bersahabat dengan kami. Hujan terus turun walau rintik-rintik. Udara dingin menyekat, merasuki tulang kami. Tak berapa lama kami sampai di hotel. Kamar kami pindah. Dari kamar nomor empat ganti ke nomor
Rian pertama mandi. Dia ingin berendam laiknya aku kemarin malam. Mas Roni mandi seperlunya dan langsung tidur. Aku, memencet tombol” remot Astro. Dasar udik.
Kami segera tenggelam dalam belaian lembut kasur hotel. Tak selembut kemarin emang. Kemarin aku sendirian. Sekarang, harus bertiga. Dengan batangan semua lagi. Huuhhh…
Jam setengah enam aku bangun. Makanan hotel sudah diantarkan. Mas Roni dan Rian masih bergumul dengan mimpi”. Kalau Rian pasti tentang wanita” cantik laiknya Mulan Jameela yang mengelilingi sambil berjoged
Aku sudah berendam sedari tadi. Tapi mereka tak bangun jua. Setengah tujuh aku bangunkan mereka. Tak kurang. Buku-buku kelopak matanya mulai terbuka lebar. Rasanya mereka malas beranjak dari kasur empuk itu. Dasar udik dua dan tiga. Udik satu, akulah orangnya. Kenapa udik satu, karena akulah yang paling udik.
Kami segera berkemas. Mbak Sisil sudah rapi dengan jilbab indahnya. Hari ini dia tampak berseri-seri, tak seperti semalam. Entah kenapa aku tak tahu. Mimpi jatuh cinta sama pangeran udik mungkin. Hehehe… Dan pangeran itu adalah si udik satu. Hahaha…
Tak berapa lama Mas Hendry datang menjemput Mbak Sisil. Dari pada naik matic bersama Rian, mending naik Peugeot-nya Mas Hendry. Akhirnya aku naik sedan Mas Hendry. Duduk dibelakang. Ditemani tas dan helm. Sebenarnya tak pantas aku duduk dibelakang, harusnya di bagasi. Begitu pasti pikir Rian. Asem tenan.
Kami sampai di tempat dengan selamat. Rian dan Mas Roni datang duluan. Mereka ngebut kencang sekali. Entah dikejar anjing atau apa. Tapi yang pasti si Rian di kejar-kejar Mak Lampir yang diintipnya waktu mandi di mimpinya semalam.
Peserta training mulai berdantangan. Training harusnya mulai jam delapan pagi. Sekarang jam delapan lebih seperempat. Dan baru setengah yang hadir.
Jam sembilan acara training dimulai. Kami bertiga ngobrol di RM sambil minum kopi susu panas dan menghisap dalam” Dji Sam Soe Premium yang kami beli di RM. Semua di tanggung Danamon. Hehehe…
Jam menunjuk pukul sepuluh. Mas Roni harus ke Ploso, Jombang. Untuk implementasi di cabang tersebut. Semacam kelinci percobaan kiraku.
Kemarin aku sudah janji kesaudaraku untuk pergi kerumahnya di Mojosari. Dia kemarin datang, tapi aku sedang bekerja. Tak enak sebenarnya. Makanya aku harus kesana. Rian, akan tidur seperti biasa.
Sekitar setengah jam saja aku sampai di Mojosari. Ditengah jalan temenku dari madiun menelpon menanyakan kabar. Kujawab seadanya.
Aku tunggu dia diaerah Stadion. Aku lupa nama stadionya. Memory di otaku tak lebih dari satu mega. Padahal memory orang lain tak terbatas. Hehehe…
Tak berapa lama dia datang sendirian. Aku langsung mengekor dibelakangnya. Menuju rumahnya tentu, masak kandang ayam. Rumahnya cukup dekat dengan stadion. Sekitar setengah kilo.
Kami ngobrol ngalor-ngidul tak keruan. Tapi asyik. Kemarin kami tak sempat ngobrol lama. Jam empat sore aku pamit. Tak enak aku tinggalin si Rian merana seorang diri. Halah…
Aku balik tak lewat jalan berangkatku tadi. Ingiku lewat jalur kampong” permai di seputaran Mojokerto. Sepi tak terkira. Tapi asyik. Naik motor sambil bernyanyi. Laiknya orang gila.
Hampir satu jam aku tempuh jalanan itu. Padahal berangkatnyapun cuma setengah jam. Tapi tak apa aku menikmati perjalan ini. Sering kali aku begitu. Sebisa mungkin lewat jalan yang berbeda jika ke suatu daerah. Melewati jalan baru, melewati pemandangan baru dan tentunya tantangan baru.
Sesampai disana tak kulihat Rian di tempat training. Ku pastikan dia tertidur di lesehan RM yang sepi. Ah kekuatan tidurnya luar biasa. Good job boy!! Training kelihatanya akan sampai malam. Aku malas tak kepalang melihat mereka. Apalagi mereka.
Semua berkumpul di RM untuk makan malam. Ini makan kedua perserta setelah tadi makan siang. Aku tak berselera makan malam ini. Entah entar. Aku hanya mengambil buah-buahan dan es saja. Tak ada nafsu menggejolak seperti biasanya. Entah mengapa. Kelelahan mungkin. Sekitar jam delapan acara selesai. Aku segera ke Hotel bersama Rian. Kami akan keliling
Trowulan dan Restu Bundo....Mojokerto atau mojopahit 2
Aku bangun sekitar pukul
Setelah mandi, aku selesaikan krimpingan kabel yang masih tersisa. Sambil bersantai menonton discovery channel di jaringan Astro. Aku coba telpon Rian yang katanya akan langsung ke menyusul dari
Jam menununjuk pukul delapan pagi. Rian tak kunjung datang ataupun menelpon. Aku telpon berkali-kali tapi tak kunjung diangkatnya telponku. Ah mungkin dia sedang diperjalana. Jika dia baru berangkat berarti satu jam lagi mungkin baru sampai dia di RM Restu Bundo. Ah entahlah males aku mikirnya. Yang penting aku kesana dan menyelesaikan semua kerjaan. Sekitar jam setengah sembilan aku meluncur ke RM Restu Bundo. Sekitar sepuluh menit aku sudah sampai ditempat. Tak lebih. Langsung aku masuki ruangan VIP dengan bantuan pegawai RM sebagai juru kunci. Kutancapkan semua kabel yang selesai aku krimping di hotel tadi. Ku ping semua dan berjalan sangat sukses. Gilang-gemilang, hehehehe…
Tak berapa lama Rian datang dengan tergopoh-gopoh. Meminta maaf atas keterlambatanya. Aku hanya bisa memaklumi. Akupun kadang begitu. Tak mengapa. Semua pekerjaan telah selesai. Tinggal merapikan kabel-kabel yang berserakan tak keruan. Tak lebih. Paling tak lebih dari satu jam saja. Mbak Sisil datang dengan seorang pengantar. Pegawai Danamon Jombang juga. Mas Hendry yang dia tanyakan tak menampakkan batang hidungnya. Setelah berbasa-basi ria, Mbak Sisil minta pamit. Masih ada urusan di Mojokerto.
Sekarang tinggal aku dan Rian saja. Segera kami selesaikan perapian kabel. Tak sampai sejam semua sudah selesai. Tinggal menunggu IT Staff Danamon Surabaya datang. Itu saja. Dari pada bengong di RM mending jalan-jalan, begitu pikirku. Mumpung di Mojokerto. Kami susuri jalanan desa kecamatan Trowulan. Kami tak tahu entah kemana. Sempat kami mampir kewarung. Sekedar untuk minum kopi dan menghisap asap tembakau. Tak lupa aku membeli rokok-rokok aneh yang ada disitu. Untuk menambah koleksi bungkus rokok yang mulai menjejali lemari kamarku. Cukup lama kami disitu. Ternyata ibu pemilik warung adalah mantan orang
Tak langsung ke RM kami setelah keluar dari warung. Menyusuri jalanan desan yang asri diselingi sawah-sawah dan juga kebun tebu. Laiknya kampungku di lereng Gunung Wilis.
Hari itu hari Jumat. Aku harus jumatan. Di Masjid dekat RM. RM tutup total siang itu. Semua elemennya sholat Jumat. Kecuali satpam tentunya. Memang orang-orang minang terkenal dengan kultur islamnya yang luar biasa, walau jadi preman sekalipun. Karena laki-laki minang dididik di surau-surau waktu akan beranjak dewasa. Tak ada tidur malam di rumah.
Sekitar jam satu Mas Hendry dan Mbak Sisil datang. Bersama mereka tampak tukang proyektor dan asistenya. Tak enak aku menyebutnya pembantu. Asisten tampak lebih terhormat. Hehehe…
Kami santai saja ketika mereka datang. Mereka seperti digelayuti beban tak keruan. Mas Roni sang IT Staff Danamon tak jua menampakkan batang idung. Aku dan Rian justru sibuk dengan permainan Counter-Strike yang aku bawa diflasdiskku. Condition Zero tepatnya. Kemarin beberapa komputer memang aku install game ini. Sekedar untuk menemani waktu mengunggu kami. Hehehe…
Sekitar jam dua Mas Roni datang dengan tergopoh-gopoh. Hardisknya rusak. Dia harus mengkopi ulang system ******** dan beserta semua program pendukungnya kembali. Sistem yang akan ditrainingkan di RM. Sistem masa depan Danamon. Ditambah mencari hardisk baru tentunya.
Dibantu Mbak Sisil dan Mas Hendry, Mas Rony segera bekerja. Kami, main game. Karena lama-lama nggak enak juga, kami segera menyingkir. Ngobrol-ngobrol sambil memenuhi paru-paru dengan nikotin di warung lesehan RM. Angina sepoy-sepoy membangkitkan rasa kantuk kami. Rian yang paling cepat. Dia laiknya temenku si Tarsan. Cepet sekali tertidurnya. Sore menjelang waktu kami membuka mata. Tak enak ati kami kembali ke ruangan. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa kami bantu. Walau yang remeh-remeh.
Banyak system yang belum jalan. Kening Mbak Sisil dan Mas Henry berkerut tak keruan. Mas Ronipun serupa. Kami hanya cengar-cengir sahaja. Tak lebih. Server hanya satu sahaja diruang utama. Padahal ada dua ruang yang harus terkonek. Akhirnya kami harus narik kabel UTP hampir sekitar seratus meter. Aku krimping seadanya. Dan gagal. Hehehe… Kulihat kembali krimpingan itu kembali. Ternyata ada satu kabel yang tak masuk. Dasar bloon.
Selesai sudah tugas ku sebenarnya. Tak enak juga melihat mereka pontang-panting benerin program yang tak kunjung selesai. Rian, menghisap tembakau dan minum kopi susu di RM.
Hari makin larut. Mbak Sisil dan Mas Hendry tampak kelelahan. Besok mereka harus menjadi mentor di training. Kasihan sih, tapi apa daya. Kami tak bisa membantu. Kami tak boleh tahu system itu.
Sekira jam sepuluh Mbak Sisil dan Mas Hendry beringsut pulang. Kasihan mereka, kucel tak keruan. Kami, kucel dan dekil. Emang dari sananya sih.
Aku bantuin Mas Roni sepulang mereka. Rian, nge-game CS Condition Zero.
Kamis, April 10, 2008
Sungai
Tapi kemarin waktu aku balik, sungai itu sekarang merana. sangat merana malah. aer nya kecil mengalir. nyaris nggak mengalir, kalo musim ujan, airnya coklat pekat. parah poll!!
Penebangan pohon secara serampangan, membuatnya merana. sekarang peranya suguh marginal. tempat sampah raksasa.
Anjing!!! selamatkan sunga kita!!! selamatkan sekarang juga!!!
Mojokerto atau Mojopahit
Tak berapa lama setelah tersebersit pikiran tersebut, Bos tempatku ‘nguli’ menawarkan kerjaan diluar
Setelah mempersiapkan semua keperluan, aku dan temanku Rian langsung berangkat. Rumah Makan Restu Bundo, di Jalan RayaTrowulan tepatnya. Ku pikir ini sesuatu yang lumayan. Jalan-jalan sambil kerja. Jadi tujuan utamanya jalan-jalan. Tujuan sampingan, kerja. Hehehe…, tak dibayarpun aku bersedia.
Sebelum hari H aku sudah eksplore Mojokerto di internet. Cuma dapat sedikit informasi saja. Tentang peninggalan sejarah-sejarah Mojopahit, tentang tempat tongkrongan anak-anak mudanya dan tentunya hiburan malamnya. Hehehe…
Aku berangkat pagi hari dari kantor. Membawa peralatan jaringan dan juga listrik. Dengan motor tercinta, aku segera bergegas. Melibas jalanan Surabaya-Mojokerto yang penuh lubang dan gelombang – khas jalanan
Jalanan kami rangkaki sekitar satu jam. Sampai juga di Rumah Makan Restu Bundo akhirnya. Setelah nanyak ke orang restoran, kami bergegas ke Aula tempat acara tersebut akan dilaksanakan. Aku dan Rian langsung membuka peralatan dan mendesain layout ruangan. Tak lupa kutelepon contact person yang di berikan bosku, Hendri namanya. Selain itu disana ada juga pesuruh yang biasa tugas disitu, Yono namanya.
Setelah aku telfon Mas Hendry, dia berjanji akan segera meluncur. Yang ditunggu tak jua datang. Lebih dari satu jam aku tunggu dan akhirnya dengan tanpa dosa menampakkan batang idungnya. Dia datang dengan seorang karyawan Bank Danamon, Sisilia Martini namanya, biasa dipanggil Sisil.
Setelah mengeset jaringan, komputer dan juga listrik, meski belum selesai, harus makan siang dulu. Kalo dituruti bakal nggak akan selesai siang itu. Selain itu perut tak bisa diajak kompromi!!
Makan siang!! Aku, Rian, Mbak Sisil dan Mas Hendry. Kami saling curhat tentang acara ini. Mas Hendry dan Mbak Sisil sebenarnya hanya ditugasi untuk mentraining saja. Tanpa tahu masalah komputer. Mereka hanya tahu beres saja. Begitupun kami, hanya ditugasi menyeting jaringan komputer dan listriknya saja. Lain tidak. Ternyata komputer masih menumpuk di gudang. Tak ada yang membongkar dan menginstallnya. Akhirnya kami berempat ditambah beberapa pegawai restoran dan Yono memberesi semuanya. Anjrit emang. Kambing lebih tepat kurasa.
Satu ruangan udah selesai diseting. Jam sudah menunjuk angka limabelas tigapuluh. Kami segera beranjak ke ruangan VIP. Disana kami harus menginstall barang
Jam menunjuk pukul enambelas tigapuluh, aku segera beranjak ke hotel. Berjarak kira-kira sepuluh kilometer dari RM Restu Bundo. Suryo Majapahit namanya. Dijalan Pahlawan No 40 Mojokerto.
Sesampai di Hotel aku segera merebahkan diri. Sekedar untuk mengurangi letih yang sedari tadi menggerayangi tubuh. Segera aku nyalakan air di bath up denga setelan air hangat. Sudah lama tak ku rasakan berendam di bath up. Hehehe… Dasar Udik.
Sekitar jam tujuan pihak hotel menelpon. Ada Mas Hendry dan Mbak Sisil yang menunggu. Di Warung Bakso Cak Man disebelah Hotel. Sembari makan kami ngobrol banyak. Katanya dua hari kedepan pihak Danamon tidak akan menanggung biaya hotel lagi. Penginapan akan ditanggung pihak vendor. Aku hanya bisa tersenyum getir, pahit lebih tepatnya. Tapi sebenarnya emang sudah diset kalau aku tidak akan tidur disebuah hotel. Jadi kalo tidur di hotel itu hanyalah bonus belaka buatku. Jadi nyatai aja sih. Tak masalah buatku. Selesai mengobrol dengan mereka aku segera beranjak ke kamar.
Seperti biasa, aku akan eksplore
Sesampai di
Rabu, April 09, 2008
Cinta
Ketika kamu berpendar-pendar tak berhenti
Hanya kamu yang ku ingat
Hanya kamu
Sesiang itu aku tak bisa tidur
Badanku capet sehabis bekerja sedari pagi
Tapi mata ini tak mau terpejam
Hanya kamu yang terlihat
Lain tidak
Aku tak percaya apakah itu cinta
Aku tak kuasa membendungnya
Aku hanya bisa merasakannya
Walau tersiksa tapi aku bahagia
Sangat bahagia malah
Cinta
Siksalah aku
Cabiklah aku
Tusuk hatiku dengan panahmu
Aku rela
Aku siap
Aku berharap
Cinta
Tak bisakah kau lebih peduli??
Idup Miskin
Tapi banyak orang bilang aku gila, sinting dan bloon. Tapi tak tahu, aku menikmati julukan itu. seperti aku menikmati perubahan hidupku. meski masih tetap berkutat dalam kemiskinan sih. jangan salah, kemiskinan kalo dinikmati nikmat juga lho.
masalah kemiskinan jadi inget apa yang aku perbincangkan dengan temenku. dia masalah gaya idup. ada yang menjadikan punk, backpacker, hedonis dan bahkan bohemian. tapi aku dan temenku tak bisa seperti itu. karena kami tak bisa memilih. karena hanya satu pilihan, miskin.
tapi meski miskin kami tetep bahagia. laiknya anak kecil yang dapat mainan baru.
Kamis, Maret 20, 2008
Ibu, Sepenggal Kisah...1
Telpon satelitku berbunyi berjakali-kali. Dia ada di tas daypackku. Aku tak dengar. Aku sedang mencari remah” kayu untuk penghangat malam nanti. Dilereng timur Kerinci di ketingginan sekitar dua ribuaan. Vegetasi masih cukup lebat. Tetapi dingin cukup menyeruak. Sore itu aku bertiga bersama Anang dan Reifky. Tiba-tiba suara Anang sayup” terdengar memanggil namaku. Aku terkaget-kaget. Aku langsung berteriak menandakan posisiku. Tak berapa lama Anang datang dengan nafas tersengal-sengal. Dia mengabarkan adanya telfon dari keluargaku. Ibuku sakit. Sekarang sudah di rumah sakit. Sudah hampir tiga hari beliau disana. Ditanganya masih terbawa telpon itu. Katanya keluargaku akan menelpon kembali.
Tak berapa lama telpon kembali berbunyi. Suara sepupuku serak diseberang sana. Dia hanya menyuruhku untuk segera pulang. Ibuku kritis. Sudah hampir tiga hari aku dihubungi. Tapi susah bukan main. Aku dan Anang bergegas menuju tenda kami. Rifki hanya terbengong-bengong melihatku mengemasi barang-barang. Aku harus pulang sekarang. Terserah kalian mau meneruskan pendakian atau kembali ke Surabaya bersamaku. Kami bertiga memang sekantor disana.
Matahari semakin tenggelam dalam cakrawala. Aku tak peduli. Aku harus segera sampai di Pekanbaru dan langsung mengambil pesawat pertama ke Jakarta. Dan langsung ke Solo. Setelah itu perjalan darat menuju Madiun. Entah berapa jam lagi aku sampai. Aku tak tahu.
Setelah mengemasi barang kami segera turun. Sekitar lima jam kami sampai desa terdekat. Jam menunjuk pukul sembilan malam. Kami langsung menyewa mobil menuju Sungai Penuh. Di perjalanan telponku kembali berdering. Kondisi ibuku makin kritis. aku hanya bisa terdiam dalam hempasan keras mobil, melewati jalanan yang tak lagi mulus. Tanpa sadar airmata meleleh di pipiku. Aku tak mau menangis. Ibuku akan sehat kembali. Keyakinan itu makin pudar. Air mata terus meleleh. Tiba di Sungai Penuh, sekitar pukul satu dini hari. Bus pertama yang ke Pekanbaru baru ada pukul empat. Ku telpon rumah. Tak ada yang menyahut. Ku telpon handphone kakakku. Lama sekali tak diangkat. Setelah sekian lama akhirnya ada jawaban. Sekarang seluruh keluarga berada di rumah sakit. Aku menanyakan kondisi ibu. Masih seperti tadi. Beliau belum tersadar.
Akupun menyewa mobil menuju Pekanbaru. Sungai Penuh-Pekanbaru akan memakan waktu tak kurang enam jam. Bisa lebih bahkan. Aku duduk tepekur di samping sopir. Ingatanku berkelana kesana-kemari.
Aku hanya bisa menangis di saat itu. Tak lebih. Ibu selimuti diriku dengan kehangatan. Dengan senyum penuh makna ketulusan. Ibu susui aku dengan cinta dan kasih sayang. Aku tertawa girang. Tanpa tahu makna hidup. Tanpa dosa terus meminta.
Aku belajar semua tentang hidup. Ibu ajari dengan ketulusan dan kebijakan. Tanpa keluh meski seringkali dengan peluh. Tanpa amarah meski seringkali dengan darah. Tanpa lelah ku terus menangis. Tanpa henti bahkan. Aku buat kesalahan-kesalahan. Ibu maafkan dengan kelapangan. Aku buat kenakalan, ibu balas dengan cinta.
Ibu begitu agung untuk menghadapiku. Ibu begitu berkilau ditengah lumpur dosa diriku. Sedari dulu aku hanya meronta, tanpa tahu makna. Harum jiwamu tanpa pamrih terus menyebarkan wangi kepada dunia.
Ibu, Sepenggal Kisah...2
Suara Anang membangunkan lamunanku. Airmata kembali menetes disana. Dipipiku yang penuh dosa. Anang membesarkan hatiku. Tapi aku tak kuasa menahan lelehan air mata yang makin menderas.
Ingatanku bergerak liar. Kelebatan memori bersliweran di otakku. Sekarang, aku telah beranjak dewasa. Senyum agungmu terus tersungging. Segunung dosa telah kubuat. Bahkan ibu terus melindungi. Dari hujan dan badai dunia. Diperantauan ini sekarang ibu. Aku hanya bisa berdoa untuk semuanya. Baru itu yang bisa aku lakukan. Baru itu yang bisa aku jalankan. Tak bisa aku melakukan yang lebih. Maafkan aku ibu. Maafkan dengan tulus. Aku yakin tanpa memintapun aku pasti mendapatnya.
Air mata tak kuasa aku hentikan. Cintamu begitu tulus dan agung. Terimalah secuil baktiku ini. Aku akan berusaha untuk lebih baik. Sekedar untuk menghadirkan senyum diwajahmu yang makin menua. Sekedar membuat lega hari-harimu sekarang ini. Aku berjanji. Setulus-tulusnnya. Sebenar-benarnya.
Klakson yang keras membuyarkan lamunanku kembali. Aku hanya bisa tepekur dengan doa. Jalanan yang sepi itu makin serasa sangat jauh bagiku. Otakku serasa mau meledak. Aku hanya ingin segera bertemu dengan beliau.
Sampai juga di Pekanbaru. Kami langsung menuju Bandara. Memesan tiket penerbangan pertama menuju Jakarta. Tak ada penerbangan ke Surabaya hari itu. Setelah menunggu, boarding dan duduk di pesawat, hatiku makin berderit. Air mata kembali meleleh.
Belum ada yang bisa aku persembahkan. Belum ada yang bisa aku baktikan. Cintamu begitu tulus tak bertepi. Ketika ku berangkat merantau tuk kuliah, ibu beriku doa dan cinta yang tulus. Walau kuliahku molor dan hasilnya kurang memuaskan, justru ibu yang membesarkan hatiku. Mengisi hari-hari terberatku dengan nasehat dan cinta. Tuhan ganti saja nyawa beliau dengan nyawaku. Aku mohon.
Tak terasa pesawat memasuki bandara Soekarno-Hatta. Aku terdiam dalam kelam duniaku. Anang dan Reifky membimbingku menuruni pesawat. Dunia serasa berhenti berdetak bagiku. Tuhan aku mohon dengan sepenuh jiwa.
Handphoneku kembali berdering. Suara kakakku serak menanyakan posisiku. Ibuku makin kritis. Seluruh keluaga besar ibu dan ayahku sudah berkumpul di rumah sakit. Hanya aku yang tak ada. Anang membeli tiket jurusan Solo. Hanya tersisa satu saja. Terpaksa mereka melepasku dengan berat hati. Mereka akan langsung ke Surabaya saja. Pesawat ke Surabaya selalu ada hampir tiap jam.
Setelah memasuki pesawat Garuda jurusan Solo aku kembali termenung. Suara wanita disebelahku memecahkannya. Setelah berbasa-basi sebentar, aku langsung tenggelam dalam lamunan dan kenangan. Tak berasa mataku sembab. Tak sampai meleleh memang. Laiknya anak kecil yang tertinggal di terminal sendirian. Sunyi dalam keramaian. Semua beban rasanya tertimpa di badanku. Aku tak kuasa Tuhan. Jangan panggil beliau Tuhan. Aku mohon.
Setelah dibandara Adi Sumarmo Solo, handphone kembali aku nyalakan. Masuk sebuah sms dari nomor kakakku. Aku tak perlu ke rumah sakit, langsung saja ke rumah. Tak mungkin ibuku telah tiada. Aku tak percaya. Ibuku masih hidup, begitu teriakku memecah keramaian bandara. Ibuku masih hidup. Aku yakin!!
Kakiku bergetar dan melemas. Untung ada dua orang yang segera memapahku ke kursi tunggu. Setelah menenangkan diri langsung ku telepon hp kakaku. Suara kakaku sayup” kudengar. Aku hanya berpesan untuk menungguku. Sampai kedatanganku. Taksi datang dan langsung meluncur ke rumah. Ku suruh sopir memacu mobilnya sekencang-kencangnya.
Aku duduk di kursi belakang dengan lelehan air mata tanpa henti. Hpku kembali bergetar. Suara sepupuku diseberang sana menayakan posisiku. Kujawab sekenanya. Tapi maksimal dua jam aku sudah sampai dirumah. Begitu kataku.
Mulai kutanyakan pada diriku kenapaku mendaki gunung waktu liburan ini. Mulai kutanyakan keadilan Tuhan. Kutantang kembali Tuhan untuk menggatikan nyawa ibuku dengan nyawaku. Kurasakan keadilan itu begitu jauh disana. Lelehan air mataku makin menderas. Aku yakin ibuku masih ada. Tapi keyakinan itu memudar entah kenapa.
Hpku kembali bergetar. Tulisan Anang Hp tertera disana. Ku jawab sekenanya saja. Aku masih dalam perjalanan menuju rumahku. Ibuku tak lagi dirawat dirumah sakit.
Kulihat bendera putih di depan gang rumahku. Aku yakinkan itu bukan bendera kematian ibuku. Langsung kubuka pintu taksi yang berjalan pelan. Sambil berleleran air mata aku lari memasuki rumah. Kakak dan sepupuku memegangiku karena badanku terhuyung-huyung.
Tak ada kata” yang bisa terucap. Aku tak tahu. Aku ingin keluarkan semua. Aku ingin menyumpahi Tuhan. Dia tak adil siang ini. Dia tak adil.
Setelah tenang aku beranjak disamping beliau. Aku tak tahan dengan semuanya. Darahku seperti diubun”. Bertumpuk-tumpuk berat tak alang-kepalang. Aku seperti tak kuasa menahanya.
Ku terpekur disamping beliau. Akh aku tak kuasa menahan ini. Terlalu berat beban ini Tuhan. Bantulah aku Tuhan. Mataku berlinang air mata. Tak tertahankan.
Aku terdiam seperti aku tak disitu. Aku tak tahan. Selebatan ingatan-ingatan itu kembali berkecamuk. Aku ingin menghilangkan sejenak itu. Aku tak kuasa. Aku tak kuasa. Semakin aku berontak justru ingatan itu semakin kuat. Kuat sekali malah.
Masa kecil digendonganya. Aku menetek tanpa ampun sampai Taman Kanak”. Ibu memberi pelajaran” hidup dari mulai tak bias baca, diajarinya aku walau kadang sampai menangis. Baik huruf latin maupun arab. Akhhhhh, aku tak kuasa Tuhan.
Keranda itu berarak dari rumahku menuju kuburan desa tak jauh dari rumahku. Semua ritual telah aku lalui. Aku tepekur di samping pusara beliau. Maafkan aku ibu. Maafkan.
Senin, Maret 17, 2008
Keelokan Tuban. Eksotisme laut utara pulau jawa.
Aku keliling Bojonegoro pagi itu, sekitar pukul enam. Ah nikmat sekali bersepeda di kota ini. Anak” sekolah, ibu” kepasar, penjual” kelontong, semua naik sepeda. Rasanya mereka cukup pantas ikut bike2work.
Aku kepasar, ke alun-alun, menyusuri jalan-jalan kota yang teduh dan menekuri sungai Bengawan Solo sang penyebab banjir tempo hari. Seteleh selesai, aku kekosan Triana sekitar pukul setengah delapan pagi. Dia masih di pasiennya pagi itu. Aku langsung menemukan kosanya. Dia tak tahu.
Cukup lama juga aku mengunggu. Akhirnya dia datang juga. Ternyata dia mencariku di seputaran alun-alun. Sudah empat kali dia kelilingi alun-alun yang tak berubah itu. Maaf. Memang tadi kami janjian di alun” tapi aku langsung ke kosannya yang tak jauh dari alun”.
Setelah janjian untuk acara ke Tuban, aku segera menggenjot sepeda sekuat tenaga. Tak sampai sepuluh menit aku sudah sampai rumah Mbak Um. Aku segera mandi dan makan pagi. Seluruh keluarga sudah makan pagi. Tinggal aku seorang. Mbak Um harus ke Bank BNI pagi ini. Putri mungil maniesnya yang kuliah di Malang merengek minta jatah bulanan. Putri Pramesti namanya. Semester akhir, mungkin sebentar lagi lulus.
Selesai mengantar Mbak Um aku segera ke kosan Triana. Maaf. Aku terlambat. Kami berangkat menuju Tuban. Lewat Rengel, dan berbelok kearah Semanding. Alun” dan Makam Sunan Bonang tujuan pertama kami. Tapi kami tak melewatkan pemandangan alam kecamatan Rengel yang elok tak terperi. Dengan kontur yang berbukit-bukit dan sawah” yang menghijau. Tapi dari atas bukit aku lihat pemandangan yang aneh. Di tengah” daerah hijau ada kubangan” air laiknya danau. Bukan danau tapi. Itulah daerah” yang masih terkena banjir diseputaran Bojonegoro dan Tuban. Bengawan Solo tak memberi ampun karena ekosistemnya dirusak habis”an oleh orang lain. Ah manusia. Aku temukan paradok pertama dalam perlajalanku ini. Kasihan para korban itu.
Sekita satu setengah jam kami sampai di alun” Tuban. Disebelah barat ada Masjid dan komplek makan sunan Bonang. Disebelah selatan ada kantor bupati dan Museum Kambang Putih. Sebelah utara, dekat sekali dengan laut, ada pasar dan Pantai Boom yang termasyur itu. Dan sebelah timur ada pendopo yang rata dengan tanah karena kerusuhan pilkada tempo hari.
Ditambah sepasang beringin yang menjulur”kan akar tunggangnya alun” Tuban adalah tempat plesir yang memikat. Terutama bagiku.
Selesai menikmati alun” aku segera beranjak ke makam Sunan Bonang. Tak terlalu ramai hari itu. Karena memang hari senin. Hari masuk kerja. Jadi kami bisa menikmati kuburan yang jauh dari angker ini dengan lega. Tak desak”an dengan pengunjung lain. Aku tak berdoa disana. Sekedar ambil beberapa foto dan melihat”. Sayang aku tak bisa melihat pusara beliau. Karena di gembok dan hanya juru kunci yang boleh membukanya. Mungkin jika aku pejabat boleh kali ya. Hehehe…
Setelah puas melihat komplek makam sunan Bonang, kami segera beranjak ke Museum Kambang Putih. Berada di sebelah selatan alun” museum ini memuat sejarah kabupaten Tuban. Ada silsilah bupati Tuban, beberapa guci, gerabah, Lingga, dan masih banyak lagi yang lain. Aku lupa oey. Wah, dasar bloon. Hehehe…
Hari makin siang. Kami beranjak ke masjid agung untuk sholat dzuhur. Siang itu udara Tuban sangat bersahabat. Mendung dan sejuk. Awan berarak mengikuti angin laut berkejaran dengan burung” yang terbang bergerombol membentuk kelompok” kecil. Ah betapa indahnya lukisana tuhan.
Setelah selesai kami segera beranjak menuju pendopo kabupaten membelah alun”. Aku sempat mengambil beberapa gambar sudut dari alun”. Triana mengikutiku dibelakang. Temanku ini susah sekali diajak foto. Malu katanya. Aku yang ancur aja bisa narsis. Ah anak manusia memang berbeda” isi batok kepalanya. Meski bahanya sama. Dari hal ini aku temukan paradok kedua.
Kami sempat foto”, tapi aku dan Tuban sebagai obyeknya. Dia, ah betapa pemalunya temanku ini. Aku sempat memfoto beberapa bagian pendopo. Tapi sayang, pendopo itu telah hangus terbakar.
Setelah berpuas hati dengan alun” dan pemandangan sekitarnya, kami segera ke pantai Boom. Tak berapa jauh dari alun”. Sebelah utara tentunya. Tapi, malang benar pantai termasyur Tuban satu ini. Di beberapa tempat, abrasi menggerusnya tak terkira. Hampir habis bahkan. Sampai” motorpun tak bisa melewatinya. Padahal dulu pantai legendaris ini adalah pelabuhan yang ramai. teramai di pesisir utara jawa timur setelah Surabaya bahkan. Sekarang, ah, malang benar nasibnya. Tak terawatt bahkan terancam hilang ditelan laut. Pemeritah daerah tak punya ‘sense of belonging’ sama sekali. Padahal kalau dikembangkan bisa sebagai tujuan wisata bahari yang bagus. Dan wisata sejarah tentunya.
Hari itu pantai tak begitu ramai. Hanya ada beberapa pasangan muda-mudi memadu kasih, beberapa pemancing amatir, nelayan dan kami. Hampir tak ada kegiatan ekonomi disana. Memang tak ada yang bisa diharapakan dari pantai yang hampir punah ini kecuali pemandangan sunset dan nama besarnya. Malang nian nasibmu Boom.
Setelah puas menikmati laut dan pantainya yang makin nggak jelas itu, kami segera beranjak ke Gua Akbar. Gua paling masyur di Tuban. Gua yang katanya eksotis tapi diatasnya pasar. Triana sudah pernah sekali kesana. Tapi lupa jalanya. Tipikal orang yang banyak mikir yang penting. Yang remeh” kayak gitu dia nggak bakalan inget. Kalo aku sih sering untuk yang kayak gitu inget, tapi yang susah” nggak inget. Khas orang bodoh tentunya. Udah bodoh bangga lagi. Akhirnya kutemukan paradoks ketiga.
Setelah nanya” akhirnya kami sampai juga di Goa Akbar. Jalan aksesnya nggak terlalu bagus untuk sebuah tempat wisata andalan. Banyak PKL dikanan kiri jalan. Parkirnyapun kurang represntatif, meskipun cukup dekat dengan lokasi. Tapi untuk Bus, emang agak jauh.
Kami segera masuk setelah membeli tiket. Cukup murah sih cuma dua ribu rupiah per batok kepala. Kami langsung berjalan memasuki gua yang termasyur itu. Ah luas nian kiranya gua ini. Pintunya saja cukup luas dan nyaman untuk dimasuki. Karena hari senin maka kami dapati gua Akbar cukup lengang. Gemiricik air menambah syahdu suasa disana. Aku girang tak alang kepalang. Sudah lama aku merindukan suasana begini. Tenang, senyap dibawah hiruk pikuk pasar yang menjejal ditaatasanya. Kami berjalan berlambat-lambat menekuri gua ini. Kami masuki ruangan demi ruangan dengan pelan. Aikh romatisnya seandainya saja aku berdua dengan pasanganku. Sayangnya aku tak punya pacar. Ah dasar jomblo kesepian. Jomblo tak tahu jaman.
Kami terus bergerak masuk makin kedalam. Tak berapa lama kami melihat makluk sejenisku berduaan. Manusia. Mereka berasyik masyuk walau melihat kami. Ah, anak manusia modern. Berbeda nian dengan jaman dahulu. Budaya modern menuntut mereka kehilangan identitas. Hehehe…
Lebih dari sejam kami rasuki jiwa Gua Akbar. Jalanya memang sengaja dibuat memutar. Meski ada beberapa bagian yang bertemu tapi ada sekat besi yang memisahkan. Selain itu kami juga ingin menikmati ruangan” yang lain yang mungkin menyajikan sesuatu yang baru. Yang hebat mungkin. Tapi memang ada kekurangan sedikit yang mungkin juga sebagai kelebihan. Banyak sekali kelelawar yang bergantung diatas. Itu tak masalah, tapi karena mereka juga mamalia makanya mereka juga mengeluarkan kotoran laiknya manusia. Bau banget oey. Ya sudah tapi itu mungkin juga menjadi selingan yang menarik dari gua ini. Nggak papa lah. Dan hebatnya pasangan yang asyik masyuk itu ada di ruangan yang bau bukan main itu. Iiihh, hebat nian mereka. Memang kadang cinta bisa mematikan syaraf manusia. Cinta memang gilaHehehe….
Setelah sampai diujung pintu keluar kami istirahat. Capek kelihatanya temenku yang baik hati ini. Dan kami sempat sholat di gua itu. Baru aku lihat sekarang gua alami yang ada musholanya. Hebat…hebat…hebat… dan kreatip.
Setelah istirahat beberapa lama dan sambil berunding kemana lagi tujuan selanjutnya kami segera beranjak. Sekarang kami akan ke klenteng yang ada di pinggir jalan raya Daendels. Jalan itu ada di pinggir laut. Dan dengan klenteng yang yang ada diselatan jalan menghadap langsut ke laut utara. Indah poll pokokna mah.
Setelah berjalan-jalan kami segera mencari makan. Dipinggir laut juga. Perutku sedari tadi minta diisi. hehehe… Dasar omnivora tak tahu malu.
Setelah mengisi bahan bakar tubuh dan menikmati laut pantai utara kami segera beranjak pergi. Tujuan kami adalah pemandian Bektiharjo dan gua Ngerong. Untuk pemandian Bektiharjo aku hanya ingin sekedar tahu saja. Tak mungkin aku mandi disana. Matari udah mulai beringsut kearah barat.
Kami hanya mampir sebentar di Pemandian Bektiharjo. Sudah sepi aku lihat. Hanya ada beberapa pengunjung saja.
Kami langsung beranjak ke pasar Rengel. Gua Ngerong hanya berjarak dua ratus meter dari pasar itu. Dia ada di pinggir jalan propinsi antara Tuban - Bojonegoro.
Setelah memarkir sepeda kami segera beranjak ke gua. Disinipun aku hanya menjumpai beberapa pengunjung saja. Tak banyak. Mungkin gara” senin dan juga hari sudah sangat sore. Sekitar dua puluh menit kami disana. Kami memberi makan ikan yang luar biasa banyaknya itu. Dan juga dilangit-langitnya berjejalan kelelalawar yang berjumlah ribuan buah. Aku malas menghitungnya.
Gua ini sangat dalam katanya. Dari dalam mengalir terus air yang cukup jernih. Jika ditelusuri akan samapi ke Pemandian Bektiharjo dan Gua Akbar. Aku membayangkan memasuki labirin” gua itu. Aikh betapa indahnya kurasa. Suastu saat mungkin aku akan melaksanakanya.
Setelah berbasa-basi dengan kelelawar dan ikan kami segera beranjak menuju Bojonegoro. Tak sampai setengah jam kami sudah memasuki kota yang dibangun di pinggir Bengawan Solo itu. Kosan Triana adalah tujuanya. Tak berapa lama setelah dia dandan dan membersihkan diri kami segera beranjak menuju rumah saudaraku Di Kampung Baru yang aku tinggalakan sedari tadi pagi.
Sesampai dirumah kami ngobrol panjang lebar. Triana aku tinggalkan dengan penghuni rumah. Aku harus mandi dan membersihkan diri. Tadi aku sudah berjanji pada Hezek untuk berkunjung ke rumahnya. Walau sebentar, aku harus mampir katanya.
Jam sudah menunjuk angka tujuh. Kami beranjak dari Kampung Baru menuju rumah Hezek yang tak jauh dari alun-alun kota. Tak jauh dari kosan Triana tentunya.
Kami mampir agak lama disitu. Kasihan juga Triana. Dia sudah terlihat letih. Kami segera pamit. Tapi aku tak langsung mengajaknya pulang. Warnet adalah tujuan selanjutnya. Mengupload gambar-gambar ke emailku. Aku takut datanya akan ilang. Setelah memback up data ke email dan cd kami segera beranjak pulang. Aku antar Triana ke kosan. Dan aku balik ke Kampung Baru.
Sesampai dirumah aku segera istirahat. Badanku rasanya capek bukan main. Lelah luar biasa. Karenanya tak berapa lama aku sudah hilang kesadaran dan terlarut dalam mimpi”.
Aku harus segera pulang ke Surabaya. Sudah terlalu lama aku liburan. Pagi” aku pamit untuk pulang. Lamongan, Bojonegoro dan Tuban memberi pengalaman baru bagi hidupku. Pengalaman yang akan mengendap di hati dan otakku. Terima kasih semua. Terima kasih Tuhan.
Tamat.
Bojonegoro, arti sebuah ketenangan... Nort East Java Journey..3
Bojonegoro, arti sebuah ketenangan.
Jarak antara Babat dan Bojonegoro hanya sekitar 40 km. Aku menempuhnya sekitar 40 menit. Harusnya bisa lebih cepat sih. Karena jalan agak bergelombang dan lubang” makanya harus hati-hati banget. Berangkat dari Babat sekira jam 5 sore, sampai
Sesampai di rumah tersebut aku segera disambut tuan rumah. Setelah ngobrol ngalor-ngidul aku permisi untuk mandi dan sholat magrib. Aku diantarkan kekamar lantai atas. Disana ada tiga kamar. Satu kamar ditempat kakak beradik anak Man dan MTsN Bojonegoro dari daerah udik yang aku lupa namanya. Satu kamar untuk sholat. Dan satu kamar untukku. Selesai semuanya aku segera beranjak turun kebawah. Dibawah, mereka sudah mengungguku untuk makan malam. Aku capek luar biasa sebenarnya. Tapi semangatku masih berkobar-kobar untuk keliling
Selesai makan malam, ditemani Iqbal aku keliling
Dia sekarang bekerja di RSI Bojonegoro. Sebuah rumah sakit swasta paling elit di
Kami sempat ngobrol sejenak. Tak lupa kami ngobrol tentang guru favorit smp kami yang sekarang pindah ke
Mr. Fay mulai mendapat kejelasan. Ooo Ariep, Ajib… yang pasti awalanya a
Akhirnya beliau menemukan namaku. Diajaknya kami pergi kesebuah kedai fast food. Aku lupa namanya. Aku tak berselera makan malam itu. Aku hanya ingin ngobrol saja. Lain tidak.
Kami ngobrol ngalor-ngidul laiknya teman saja. Beliau adalah mantan guru SMPku. Tapi sekarang sekat-sekat itu serasa hilang saja. Beliau memang gurung yang supel luar biasa. Otaknya encer, cara mengajarnya enak dan pantaslah menjadi guru favorit di setiap otak anak didiknya. Aku salah satunya.
Triana harus istirahat malam ini. Dia capek dan penat kurasa. Makanya kami segera berpisah untuk sebisa mungkin bertemu lagi dilain waktu.
Setelah pak Fay berlalu, kami, aku, Triana dan Iqbal yang setia menemaniku, menemui satu temeku yang tinggal juga di Bojonegoro. Nurul namanya, tapi kami biasa memanggilnya Hezek. Entah apa artinya. Dia sudah beranak pinak disini. Anaknya satu. Umurnya sekira enam bulan. Istrinya juga bernama Nurul, kebetulan yang tak tekira.
Kami hanya bertemu sebentar. Badanku juga tak bisa dibohongi, capek luar biasa. Aku berjanji, esok selepas isyak aku akan kerumahnya.
Akupun berpisah dengan Nurul, Triana dan alun-alun Bojonegoro. Besok pagi aku akan kekosan Triana. Kami akan keliling Tuban.
Sugio dan Waduk Gondang......Nort East Java Journey..2
Sugio dan Waduk Gondang
Paginya aku segera susuri jalan Sugio dengan jalan kaki. Sempat mengambil beberapa gambar. Dan ada yang unik. Sebuah koperasi simpan pinjam syariah. Entah motivasi apa kok ngasih namanya unik gitu. Hehehe…
Setelah berjalan hampir dua kilo Riefky menyusulku menggunakan motor. Aku sempat mengambil beberapa gambar di lapangan Sugio. SMPN 1 nya dan juga pasar. Juga nemu tulisan yang salah di misi dari SMPN 1 Sugio. Masak nulis misinya aja salah. Apalagi pelaksanaanya. Mana nggak diperbaiki lagi. Wah dasar!!
Setelah puas melihat dan menfoto, kami langsung balik ke rumah Riefky. Mandi dan sarapan bareng-bareng. Setalah istirahat dan mengobrol sejenak kami langsung pamit untuk pergi ke Waduk Gondang. Waduk ini tidak terlalu jauh dari rumah Riefky. Sekitar tiga kilometer. Terletak di desa Gondang Kidul kecamatan Sugio. Diresmikan oleh alm. Bapak HM Soeharto pada tahun 1987.
Waduk ini cukup ramai, karena bertepatan dengan hari libur. Kebanyakan mereka datang berpasang-pasangan. Setelah melihat-lihat kami sempat mampir di warung ayu. Warung yang seluruh penjualnya perempuan muda-muda yang akan ikut nimbrung bercakap-cakap akrab dengan pembeli. Rata-rata mereka cukup centil, jadinya hampir seluruh pengunjungnya laki-laki.
Setelah hampir satu jam kami kembali ke Waduk Gondang. Aku pengen naik perahu. Sekedar untuk keliling waduk yang debit airnya terus surut tersebut. Padahal sekarang adalah musim penghujan. Biasalah karena illegal logging.
Kami harus menunggu penumpang lain untuk bisa keliling. Tiketnya cukup murah sih. Cuma dua ribu rupiah saja. Tak lebih. Ketika berkeliling waduk sempat juga melihat orang” sekitar yang mengangkut rumput menggunakan perahu. Sempat pula melihat anak muda pacaran sampai ‘cipokan’ yang kami soraki tapi cuek bebek. Wah anak Lamongan sekarang berani” oey.
Setelah puas dengan Waduk Gondang dan melihat beberapa ‘drama percintaan’kami segera pulang. Sholat dzuhur dan istirahat. Sore hari kami harus balik ke
Hujan turun dengan derasnya siang itu. Kami tunggui sampai reda. Sekitar pukul tiga tigapuluh hujan mulai mereda. Kami langsung cabut ke arah Babat. Untuk mengambil GL Pro tercinta dan si Riefky harus pamitan dengan Elina. Setelah sampai dirumah pak Karim, tempat kami harus berpisah. Aku tak jadi langsung balik ke
Minggu, Maret 16, 2008
Lamongan, The City of Soto ...............Nort East Java Journey ...1
Hari sabtu ini adalah hari terakhirku kerja di kantor yang boring bukan main. Rasanya lega banget bisa lepas dari bayang-bayang bos yang membosankan dan menjengkelkan tersebut. Pulang sekitar pukul dua belas siang. Setelah bersantai sambil membaca beberapa buku, datang Riefky dengan pacarnya Elina ke kosan. Kami sempat ngobrol tentang banyak hal. Sekitar jam dua siang mereka memutuskan pulang ke Lamongan. Riefky ke Sugio dan Elina ke Babat. Karena belum pernah kesana aku memutuskan ikut saja. Sekalian biar tahu daerah lain. Aku sudah kayak katak dalam tempurung saja.
Beberapa hari yang lalu ayahku telepon agar aku pergi ke Bojonegoro menengok saudaraku yang abis operasi hernia, turun bero basa kasarnya. Jadi sekalian saja habis dari Babat dan Sugio aku langsung ke Bojonegoro. Masalah di sana entar gimana itu masalah nanti. Yang penting aku bisa jalan” dan menemukan pengalama-pengalaman baru.
Setelah mandi dan sholat Dzuhur kami segera berangkat. Kami susuri jalanan kota Surabaya yang terik, sekitar satu jam kemudian kami sudah sampai di Kota Pudak, Gresik. Sempat berhenti beberapa menit untuk foto di ikon dari Kota ini, PT Semen Gresik. Setelah foto” narsitis tragis dan istirahat, kami segera melanjutkan perjalanan. Ditengah perjalanan kami sempat berhenti di daerah sekitar terminal Bunder. Riefky membeli oleh” untuk calon mertuanya. Setelah itu kami segera memacu motor menuju Lamongan. Langit makin mendung, akan turun hujan kurasa.
Kami sempat berhenti di Tugu Perbatasan waktu memasuki kota Lamongan. Untuk sekedar mengambil gambar keperluan dokumentasi dan memenuhi hasrat narsitisku yang meluap-luap. Hehehe…
Tak berapa lama kami sudah memasuki kota. Kami segera beranjak ke alun-alun Lamongan. Sempat beberapa kali foto di pendopo tempat Pak Masfuk, Sang Bupati yang termasyur karena berhasil mengangkat ekonomi Lamongan secara luar biasa berkantor. Setelah selesai, kami segera mencari makanan. Aku memang ingin makan, makanan yang khas Lamongan. Ada Soto dan juga tahu campur. Tapi itu bisa aku temukan di Surabaya.
Akhirnya ada nasi yang hanya dijual di Lamongan. Nasi Boranan namanya. Penjualnya menyimpan nasinya di Boran atau Bakul dalam istilah Lamongan. Mereka menjual di beberapa sudut kota. Dipinggir jalan, lesehan lagi. Ditemani udara mendung Lamongan kami makan nasi Boran. Cukup lezat. Aku bahkan sempat nambah. Hehehe… Dasar kamu aja yang makanya banyak…
Matahari makin berarak ke barat. Kami segera berkejaran dengan waktu. Target kami adalah Babat. Disini Elina tinggal bersama keluarganya. Ditengah jalan kami berhenti di sebuah SPBU. Sekedar untuk buang air kecil dan sholat magrib.
Kami segera melanjutkan perjalanan. Tapi waktu menyalakan motor, tak ada angin tak ada hujab, kick stater motorku patah. Asem tenan. Akhirnya motorku harus dinyalakan dengan cara didorong. Ada kejadian lucu dimana wakrtu Riefky mendorong motorku sampai tersengal-sengal. Kontak belum aku posisikan on. Aku lupa menyalakan.
Aku : senyum” saja dan akhirnya tertawa meledak-ledak.
Riefky : tersengal-sengal dan mengutuk dalam hati.
Elian : tersenyum kecut.
Motorku : tertawa riang melihat penderitaan orang lain.
Aku : Sorry Reif. Hehehe.
Setelah nyala kami segera menuju rumah Elina. Sebenarnya kami nggak pengen berhenti lama-lama. Karena takut entar motorku justru nggak mau nyala. Tapi karena disuruh mampir akhirnya kami mampir juga. Diluar hujan makin menderas saja. Setelah sekitar satu jam ngobrol kami segera beranjak pulang. Kejadian yang tadi terulang kembali. Aku sebagai actor dan kakak Elina sang pendorong motor sampai tersengal-sengal sebagai korbannya. Aku lupa lagi menyalakan on kunci kontaknya. Hehehe… Maap mas.
Aku : tersenyum saja.
Kaka Elina : tersengal-sengal kehabisan napas.
Riefky : Tersenyum pahit melihat calon kakak iparnya disiksa.
Elina : Tertawa terbahak-bahak.
Setelah hidup kami segera kearah Sugio. Rumah Riefky. Karena motornya ada dua, motorku sang biang kerok akan aku titipkan di rumah Pak Kosku. Pak Karim namanya. Kami sempat berhenti di sebuah warung dekat rumahnya. Kami tak tahu letak rumahnya. Sesampai di warung kami telepon anaknya yang juga kuliah di Stesia Surabaya. Ipung namanya. Kami tunggu Ipung diwarung. Dari pada entar kami susah nyarinya. Setelah beberapa saat Ipung akhirnya datang. Kami segera beranjak menuju rumahnya. Karena dekat motor aku tuntun saja. Males nyalainya. Setelah ngobrol beberapa saat dengan pak Karim dan juga istrinya kami segra minta pamit. Melewati daerah Kedungpring yang penuh sawah dan hutan kami akhirnya sampai juga di Sugio. Sekitar jam setengah sepuluh malam. Setelah istirahat, kami keluar rumah. Mengisi perut yang mulai minta diisi kembali. Dasar perut karet. Hehehe…