Kamis, Desember 27, 2007

Sebuah Oase Cinta

Ku duduk terpekur. Ku rayapi sunyi malam dengan doa. Kulihat sunggingan senyummu di wajah rembulan . Aku si pungguk tak tahu diri. Aku yang mengejarmu penuh harap. Dua tahunku dihinggapi cemas dan takut. Dua tahun kupupuk benih cinta didada.

Bulir-bulir cinta mulai tersemai dihatimu. Kurasai hari itu makin dekat. Hari kita bersatu. Hari tanpa sekat, hanya sang amor tersimpul dihati.Oh dewi embunku. Kau yang membuta sekaligus membuka hati. Terima kasih tak teperi kuberikan. Terima kasih Tuhan.

Aku hijapi tubuh dengan doa. Sekedar untuk melihatmu tersenyum dan tertawa. Setelah sekian lama akhirnya tunai sudah. Ku riut kata demi kata. Hari demi hari. Purnama demi purnama. Memandangmu serasa oase yang menyirami sahara hatiku yang penuh luka. Penuh amarah dan dosa. Detik-detik penuh makna kurasai dekatmu.

Sekembalinya ku dirantau. Kebinatanganku membuncah keluar. Serigala gurun tanpa adab dan rasa. Oase itu ku tinggalkan. Sekedar untuk melihat pelangi senja. Ternyata itu hanya fatamorgana. Membias dan akhirnya hilang. Tanpa bekas bahkan. Fatamorgana sialan yang menuntunku pada jurang kenistaan.

Aku ingin bangkit dan kembali. Badai gurun menderu dan terus berarak serasa tanpa henti. Tanpa tepi. Aku hanya pasrah terpekur duduk. Sang serigala gurun tanpa matahati. Buta sebuta-butanya. Senista-nistanya. Tanpa arah dan harapan.

Berbukit-bukit ku lewati menuju oase cinta. Tak disangka serombongan kafilah bersandar disana. Meriut-riut luka dihati. Menghujam tanpa tepi. Aku harus membalas. Aku harus membalas. Sekejam-kejamnya. Sekeras-kerasnya.

Kuliuri oase itu dengan racun darahku. Darah kotor yang bersemayam sedari jurang. Racun sang fatamorgana. Oase hanya berderit pelang. Laiknya danau dilempari baru. Berderit pelan dan akhirnya melenyap. Dia tetap anggun. Dia tetap oase cinta yang hanya memberi. Tak minta kembali barang setetespun. Oase cinta yang agung.

Luka itu terus menganga. Menghabiskan setetes demi setetes darah kotorku. Tubuhku mengejang hebat. Kurasai ajalku makin dekat. Tapi darah kotor itu mulai mengering. Dalam kehausan di tengah sahara. Oase itu datang memberi. Air kehidupan yang mengaliri kerongkongan hidupku. Pelan namun pasti. Hatiku berderit pelan menangis. Tak seharusnya kutinggalkan oase itu. Dengan dendam bahkan.

Darah kotor mulai hilang dibadanku. Aku mulai belajar jalan. Setapak demi setapak. Semoga ada oase lagi yang bisa kusinggahi. Atau mungkin aku akan bersanding disana. Di oase cinta gurun sahara.

* Terima kasih sekali aku sampaikan untukmu. Sudah terlalu banyak bahagia kau berikan. Aku selalu membalasnya dengan ketaknyamanan, derita dan sering kali tangis. Maafkan aku ya. Aku hanya berharap senyum rembulanmu terus bersinar. Tak kenal siang dan malam. Kau seorang wanita anggun disana.

1 komentar:

Aliep "aWik " Purwandono mengatakan...

makasih ya kamu udah baca tulisan ini...
good luck ya...