“Dingin banget oey!!” Kata ini terucap ketika motor Honda Supra 125R yang aku kendarai tiba di daerah Wana Wisata Air Terjun Dlundung sekitar pukul 21.00 tanggal 1 desember 2007. Terletak di lereng utara Gunung Welirang di ketinggian sekita 1500 meter dpl. Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto tepatnya.
Berarti sekitar 2 jam waktu yang aku butuhkan untuk menggilasi jalan Surabaya-Dlundung. Aku berangkat dari Surabaya sekiar jam 17.30. Jalanan macet luar biasa. Ini waktunya orang bubaran kantor. parahnya, temenku sempat cek-cok dengan pacarnya. Dia ijin mendadak gitu ke pacarnya. Trus pacarnya marah-marah. Setelah berdebat sekitar 30 menit akhirnya dia dapat ijin juga. Sebenarnya ini acara temenku tersebut. Sebuah LBB di Sidoarjo bernama InLAC yang dulu tempat dia berkerja ngadain acara outbond gitu. Karena temenku nggak jadi ngajak pacarnya, ya akhirnya ngajak aku. Hehehe… ya cuma serep sih…
Melewati jalan Daendels dari daerah Wonokromo-Surabaya ke selatan sampai Candi-Sidoarjo, aku berbelok arah. Dan ternyata kami salah berbelok. Harusnya sekitar 500 meter lagi, baru belok ke arah barat. Setelah ketemu masjid kami sholat dulu. Sekitar lima belas menit kami disini. Segera kami beranjak menuju mojosari. Setelah memutar kami langsung tancap gas kearah barat, ke daerah Tanggulangin. Kami lewati daerah sentra Tas dan Sepatu Kulit di daerah tersebut yang menyepi gara-gara lumpur panas yang lebih beken disebut Lumpur Lapindo tersebut. Setelah melewati kawasan itu kami berbelok kerah selatan, melewati jembatan layang diatas Tol Surabaya Gempol. Disini, beberapa hari yang lalu sempat meninggal dua orang pesepeda motor, gara-gara kunduran truk tua yang tidak kuat menaiki jalan layang tersebut. Sungguh tragis, nyawa di negeri ini sering dikorbankan oleh masalah-masalah sepele.
Sekitar lima belas menit kami sampai didaerah Tulangan. Sosok Sanikem atau Nyai Ontosoroh di tetralogi Buru menghayal di memoriku. dia berasal dari daerah ini. Ekonomi daerah ini digerakkan oleh industri tebunya, dari hulu sampai hilir. Persis sperti cerita Pram.
Aku terus mempercepat lari sang motor. Sampai juga di daerah Mojosari. Pembangunan di daerah ini menggeliat dengan hebat akibat Lumpur Lapindo. Jalur Mojosari memang jalur alternatif utama jika tak ingin melewati kawasan Lumpur. Jalanan dan juga jembatan dilebarkan setiap hari. Ternyata ada imbas positif juga dari Lumpur itu, meski cuma beberapa saja.
Di jalur Mojosari-Trawas yang menanjak, cuaca kurang bersahabat. Hujan turun, memaksa kami berteduh di sebuah warung. Dasar perut juga sudah lapar, kami segera memesan es teh dan nasi goreng. Sekitar 45 menit kami berhenti. Hujan menunjukkan internsitas yang makin berkurang. Kami segera beranjak. Udara yang mulai dingin tak menyurutkan niat kami. Motor segera aku pacu di jalan yang menanjak terus-menerus, tak kami temui jalan menurun, maklum kan lagi kedataran yang lebih tinggi. Hehehe…
Akhinya sampai juga di pos penjagaan. Ini yang bikin nggak maju pariwisata Indonesia, mereka sangat tidak ramah terhadap kami. Ramah aja nggak apalagi informatif, dan ini aku temui hampir disetiap tempat pariwisata. Hanya beberapa yang tidak. Jadi selain obyek wisata, tentunya SDM yang begelut didalamnya harus ditingkatkan juga.
Aku segera mencari rombongan InLAC tersebut. Setelah putar-putar dan nggak ketemu, hehehe… temenku inisiatif menelpon. Setelah diberitahu tempat pastinya akhirnya ketemu juga. Mbok ya dari tadi nelponya mas!! Biar nggak capek nyariinnya. Hehehe…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar